“Makasih ya, Lin!”
“Makasih ya, Ki!”
“Makasih ya, Ma!”
“Makasih ya, Zam!”
Itu kalimat berulang yang keluar dari mulut seorang nenek di pagi buta ini…
Satu-persatu kami salim berpamitan…
Bagian drama berulang setiap Tahun…
Tapi masih saja ada airmata di matanya dan mataku…. 😦
Beliau, Ibu mertuaku….
Tinggal di rumah besar itu sendiri…iya, sendiri
Walau hanya 2 dari 5 anaknya yang merantau dan berkeluarga disana, tapi tidak ada satupun anaknya yang tinggal di rumah masa kecil mereka itu
Masing-masing punya kehidupan sendiri-sendiri
“Melu yuk Mbok…ngulon!!”
“Iya, ikut Mbok…”
“Ah, omahe piye?? sopo sing nempati, eman-eman….mengko suwung….kosongan!!”, tolaknya khas.
Lain waktu alasannya :
“Ndak iso bahasa Indonesia, mengko marai bingung!”
“pitike piye??ra ono sing pakani”
“Ladange eman-eman!”
Ya….Karena beliau juga punya kehidupan sendiri!!
Hmm….baiklah….tapi, please….jangan Mbok yang berterimakasih, karena seharusnya kamilah yang berterima kasih…terima kasih atas banyak pelajaran berharga yang diberikan.
Karena mungkin rasa ini yang kau simpan di malam dan hari terakhir setiap kami akan pulang….
ANAKKU OH ANAKKU….
Malam itu kasur di depan tivi tiba-tiba penuh seperti lapangan layar tancap
“Kemeruyuk” anak-anak balita, batita sampai remaja
Ada yang kurus, gemuk, pendiem, kalem sampe yang celembeng
Ada yang suaranya cempreng sampe yang mulai ngebas meremaja
Malam itu ramai suara tangis, canda tak habis-habis, sampai teriakan para ibu yang mulai garuk-garuk kepala sambil meringis
Malam itu cucu-cucuku baru saja mengakrab
Setelah hari-hari sebelumnya menjaimkan diri karena jarangnya bertemu
Baru saja akrab, mereka harus berpisah lagi….untuk suatu saat bertemu lagi dan jaim lagi….akrab tuk berpisah lagi
Ah…andai…
Malam itu ada lebih lama…
Kalian ibu-ibu jangan dulu mengepak-ngepak baju…membuat aku pilu
Tunda dulu membahas oleh-oleh apa yang akan dibawa…bikin aku terbawa suasana
Tak usah dulu berebut jemuran karena esok takut cucian kotor jadi oleh-oleh utama kalian
Andai oh andai
Tetaplah sebuah andai…
Hidup harus kembali berjalan dengan pilihan yang telah dijatuhkan
Kamar itu tetap kembali kosong dari tumpukan tas-tas pakaian dan dus-dus makanan
Jemuran itu kembali kosong melompong
Kasur depan tivi itu kembali sepi karena pertunjukan tlah usai dan penontonnya bubar
Tidak ada lagi antrian ke kamar mandi ditingkahi lompatan cucu kecil yang kebelet pipis
Tidak ada lagi teriakan ibu-ibu, “Adekk, pake celana duluu!! nontonnya duduk!! simbah kealingan!!” dan si anak tetap berdiri di tempat tanpa celana dalam
Hmmm….memang hidup sudah ada alurnya
Dulu aku begitu, sekarang kalian yang begitu….heboh mengurusi bocah-bocah
Kini ku begini, mungkin kelak kalian yang begini….sunyi, merindukan kehebohan itu (kembali)
Selamat jalan anak-anakku
Selamat kembali dengan kehidupan ‘normal’ kalian
Aku tetap disini menguntai doa….menjalani satu bab kehidupan ditemani keciap anak-anak ayam dan kamar-kamar kosong yang akan meramai kembali pada saatnya
“Terima kasih, ya…..mbok!!”
Dirimu kuat….aku aja yang baperan 🙂
Kutulis di sepanjang tol pejagan, 23June2018
Foto : pagi buta menikmati sensasi liukan pinggul jalan Weleri Temanggung-Bogor
blognyaelin.wordpress.com