RSS

Arsip Bulanan: Juni 2018

Disetiap akhir mudik…

“Makasih ya, Lin!”

“Makasih ya, Ki!”

“Makasih ya, Ma!”

“Makasih ya, Zam!”
Itu kalimat berulang yang keluar dari mulut seorang nenek di pagi buta ini…

Satu-persatu kami salim berpamitan…
Bagian drama berulang setiap Tahun…
Tapi masih saja ada airmata di matanya dan mataku…. 😦 
Beliau, Ibu mertuaku….

Tinggal di rumah besar itu sendiri…iya, sendiri

Walau hanya 2 dari 5 anaknya yang merantau dan berkeluarga disana, tapi tidak ada satupun anaknya yang tinggal di rumah masa kecil mereka itu

Masing-masing punya kehidupan sendiri-sendiri
“Melu yuk Mbok…ngulon!!”

“Iya, ikut Mbok…”
“Ah, omahe piye?? sopo sing nempati, eman-eman….mengko suwung….kosongan!!”, tolaknya khas.
Lain waktu alasannya :

“Ndak iso bahasa Indonesia, mengko marai bingung!”

“pitike piye??ra ono sing pakani”

“Ladange eman-eman!”
Ya….Karena beliau juga punya kehidupan sendiri!!
Hmm….baiklah….tapi, please….jangan Mbok yang berterimakasih, karena seharusnya kamilah yang berterima kasih…terima kasih atas banyak pelajaran berharga yang diberikan.
Karena mungkin rasa ini yang kau simpan di malam dan hari terakhir setiap kami akan pulang….
ANAKKU OH ANAKKU….
Malam itu kasur di depan tivi tiba-tiba penuh seperti lapangan layar tancap

“Kemeruyuk” anak-anak balita, batita sampai remaja

Ada yang kurus, gemuk, pendiem, kalem sampe yang celembeng

Ada yang suaranya cempreng sampe yang mulai ngebas meremaja
Malam itu ramai suara tangis, canda tak habis-habis, sampai teriakan para ibu yang mulai garuk-garuk kepala sambil meringis
Malam itu cucu-cucuku baru saja mengakrab

Setelah hari-hari sebelumnya menjaimkan diri karena jarangnya bertemu
Baru saja akrab, mereka harus berpisah lagi….untuk suatu saat bertemu lagi dan jaim lagi….akrab tuk berpisah lagi
Ah…andai…
Malam itu ada lebih lama…
Kalian ibu-ibu jangan dulu mengepak-ngepak baju…membuat aku pilu

Tunda dulu membahas oleh-oleh apa yang akan dibawa…bikin aku terbawa suasana

Tak usah dulu berebut jemuran karena esok takut cucian kotor jadi oleh-oleh utama kalian
Andai oh andai
Tetaplah sebuah andai…

Hidup harus kembali berjalan dengan pilihan yang telah dijatuhkan
Kamar itu tetap kembali kosong dari tumpukan tas-tas pakaian dan dus-dus makanan

Jemuran itu kembali kosong melompong

Kasur depan tivi itu kembali sepi karena pertunjukan tlah usai dan penontonnya bubar
Tidak ada lagi antrian ke kamar mandi ditingkahi lompatan cucu kecil yang kebelet pipis

Tidak ada lagi teriakan ibu-ibu, “Adekk, pake celana duluu!! nontonnya duduk!! simbah kealingan!!” dan si anak tetap berdiri di tempat tanpa celana dalam
Hmmm….memang hidup sudah ada alurnya
Dulu aku begitu, sekarang kalian yang begitu….heboh mengurusi bocah-bocah
Kini ku begini, mungkin kelak kalian yang begini….sunyi, merindukan kehebohan itu (kembali)
Selamat jalan anak-anakku

Selamat kembali dengan kehidupan ‘normal’ kalian
Aku tetap disini menguntai doa….menjalani satu bab kehidupan ditemani keciap anak-anak ayam dan kamar-kamar kosong yang akan meramai kembali pada saatnya
“Terima kasih, ya…..mbok!!”
Dirimu kuat….aku aja yang baperan 🙂
Kutulis di sepanjang tol pejagan, 23June2018
Foto : pagi buta menikmati sensasi liukan pinggul jalan Weleri Temanggung-Bogor
blognyaelin.wordpress.com

 
2 Komentar

Ditulis oleh pada Juni 23, 2018 inci Uncategorized

 

‘Nano-nano’ pernikahan

Adalah seorang sahabat yang menjadi jalan pertemuan kami….

Ketika seorang pedagang bertemu seorang pegawai

Ketika seorang doyan guyon bertemu si serius

Ketika seorang supel bertemu si introvert berat

Ketika seorang ‘pemain lapangan’ bertemu ‘pemain belakang meja’

Ketika seorang santai bertemu seorang perfeksionist

Ketika seorang “besok gimana?!” bertemu si “gimana besok (aja)…!”

Ketika seorang yang demen menulis bertemu seorang yang bahkan membaca dia tidak suka… 🙂

Yang mana yang begini dan mana yang begitu, bahkan sangat terlihat dari bagaimana ekspresi foto kami..  😀

Kesamaaan kami cuma satu : sama-sama pekerja keras, datang dari latar belakang keluarga seadanya, modal nekat berniat menaikkan sedikit demi sedikit derajat keluarga dan memulai generasi yang lebih baik…aamiin

Maka jadilah kami pasangan bercita rasa nano-nano

Pernikahan bagi kami, bukan mempertemukan si sama tapi menautkan si beda untuk tujuan-tujuan standar anak manusia :  mananam pondasi rumah tangga di ‘tanah kosong’ nol besar bermodal kerja keras, menata bata-bata perlindungan buat anak-anak kami , manaikkan genteng “wuwungan” naungan rahasia keluarga, canda tawa dan berantemnya kami, mengecat dan meng-indah-kan sedikit demi sedikit harta benda kami, memagari dari mulai pagar pohon sampai pagar besi gubuk bahagia kami…

Kami pasangan beda suku walau masih satu pulau…Sunda dan Jawa

Banyak hal unik yang kami alami, ada banyak cerita yang ingin kami bagi…

Kami tahu, banyak orang yang memiliki pengalaman lebih seru, namun sedikit yang membaginya….dan ijinkan kami menjadi yang sedikit itu…. 🙂

Bismillah…

Mudik adalah hal yang baru buat aku di awal menikah dengan lelaki ini, ke kampung halaman suami yang jelas berbeda kultur dan kebiasaan membuat aku si introvert harus bekerja keras beradaptasi.

Banyak hal yang berbeda….banyak hal yang jadi kendala…

1. KENDALA BAHASA

Bahasa tentu saja kendala utama, ibu mertua yang cuma sebata dua bata bahasa Indonesianya, sering membuat kami ‘diem-dieman’ atau sama-sama bingung ketika berkomunikasi.

Awal mula aku tinggal di rumah beliau ketika mudik, kalimat yang keluar dari mulutnya ketika berpapasaan denganku adalah :”Makan Lin!!” …gak peduli baru saja aku selesai makan, dilihatnya.

Sebel aja deh…kerjaannya disuruh makan mulu 😀 padahal hanya itulah kalimat yang dia tahu untuk bisa komunikasi dengan mantunya ini.

Pernah, ketika suatu saat aku berpanjang lebar bercerita dan beliau mengangguk-angguk yang kupikir tanda mengerti…ealah di akhir cerita, Ibu bertanya apa maksudnya pada suami….walah…jebulnya 😀

Lama-lama aku mengerti apa yang mereka bicarakan walau belum pede buat menimpali….tak apalah…dan yang paling parah ketika pertemuan trah keluarga besar dimana sang MC memakai bahasa Jawa kromo…blas aku ora mudeng….maka jadilan aku dan bocah-bocah lirak-lirik kayak sapi ompong… “Dengerin aja!”, kata suami….”baiklah…!”….NIKMATI SAJA!!

2. SELERA MAKANAN YANG SUPER PEDAS

NIKMATI SAJA…itu kuncinya….selera masakan yang jauh berbeda, disini semua masakan serba cabe dan pedes level akhir 😀 lumrah karena udara disini super dingin, masakan pedas perlu buat menghangatkan badan….membuat kami, terutama anak-anak sering berinteraksi dengan telor dadar selama mudik sebagai solusinya….atau kalo gak mau ribet cuss ke kota, makan di “Bebek Goreng H.Slamet” atau ngebakso kupat lombok ulek depan BRI Temanggung…..sama-sama pedas, tapi familiar di lidah kami 😀

3. JARINGAN INTERNET OFFLINE “SUSAH SINYAL”

Beruntung dikaruniai anak-anak yang ‘easy going’ kayak bapaknya dan gak seribet ibuknya, membuat mudik kami dengan segala perbedaannya menjadi lebih mudah dan happy-happy aja dilalui….kampung yang tak  menangkap jaringan internet membuat anak-anak otomatis mencari permainan offline…

Disini mereka ‘bebas’ main petasan, main bakar-bakaran di tungku dapur simbok, kejar-kejar ayam tetangga, atau sekedar numbuk-numbuk bata di ladang….bagian yang ini si sulung sangat menikmatinya….serasa si bolang lepas dari kandangnya.

4. JAUH DARI TEMPAT HIBURAN

Jangan harap ada bioskop apalagi kolam renang selevel JungglePark disini…

“Kalo cari yang begitu,di Bogor banyak…ngapain ke sini”, sanggah bapaknya ketika anak-anak mulai mengeluh.

Niat awal kita mudik adalah silaturahim….so, let’s do it!!

Maka, muter-muterlah kami berkunjung ke sanak saudara dan handai taulan serta ke orang-orang yang berjasa dalam hidup bapaknya anak-anak.

Syaratnya : ketika bertamu dilarang keras memegang dan memainkan hape….dilanggar, siap-siap hapenya dikantongin bapake 😀

Maka anak-anak ‘dipaksa’ ikut menyimak obrolan kami dan tahu siapa yang kami kunjungi.

Efeknya tahun demi tahun, lama-lama anak-anak hapal…”Pak yuk ke temen sekolah bapak yang melihara lele itu”… “Kok lebaran sekarang belum ke Bapak lurah yang urus sekolah bapak dulu??!!”

Dan satu kata buat anak-anak disini adalah betah….mereka sedih bila saatnya pulang….walau di sini jauh dari kata nyaman….

Karena disini mereka dapat yang tidak bisa ditemui disana…yaitu hal yang sederhana tapi mengasyikan….seasyik duduk-duduk berdua minum teh hangat sambil cari-cari jaringan, namun dapatnya cuma selfi lagi selfi lagi…..dan akhirnya kami hanya bisa lempar2an bantal.
Bahkan….teh tubruk yang tehnya masih hitam-hitam mengambang saja bisa jadi bahan kami tertawa….

“Heran deh cari susah, kenapa juga simbah gak pake teh celup saja…!!”, komentar si sulung 😀

15TahunBersama

MudikLebarb2018

Temanggung,medioJuni2018

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Juni 20, 2018 inci Uncategorized

 

Dia pergi…

Pagi,

Kumenyapu halaman rumah… terusik mata melihat seorang sedang mengais-ngais tempat-tempat sampah yang pemiliknya sedang menilik kampung halaman barang seminggu…mudik, lumrahnya para pendatang di komplek kami.

Kosong….

Ya, tempat-tempat sampah itu kosong karena baru saja kemarin siang dilibas habis isiya oleh truk-truk sampah komplek yang sigap datang awal waktu karena mengejar libur pulak lebaran…

Zonk!!

Karung plastik putih yang diselempangnya masih lepek tanpa isi..

“Ka…lari, berikan ini!!”

Si kakak berlari mengejar si empu karung dan menyelipkan titipan bahagianya pagi ini.

“Ibu bengong!!”

“Uh…Enggak, Ibu cuma takut…”

“Takut apa?”

“Takut ghirah sodaqoh kita hilang besok seiring barakhirnya Romadhon”

“Jangan!!”

“Iya, jangan, lanjut menyapu saja kita…!!”

“Kasian!!”

“Iya kasian, orang-orang seperti pemulung itu, bila tangan kita berat mengulur jatah bahagia mereka melalui tangan-tangan kita”

Siang,

Panas macet namun terpaksa keluar rumah setor kerjaan tertunda ke kantor

Satpam bertugas dua orang menjaga pintu

“Bapak lebaran tugas?”

“Iya, lebaran pas jadwal piket saya”

“Kasian ya Bu”

“Mereka gak perlu dikasihani, tapi kita yang patut mensyukuri kebersamaan utuh disaat dibutuhkan…hargai dan bagi kesyukuranmu dengan mereka barang sedikit, itu lebih baik.”

Sore,

Ibu mengambil pesanan daging barang sekilo dua kilo, syarat bahwa ini lebaran….ada ketupat dan rendang buatan nenek yang khas dan ngangeni.

Tetiba melintas seorang kakek mengempit kantong keresek, kuintip, isinya sebotol sirup dan sekaleng biskuit…

“Untuk di rumah, biar lebaran juga”, terangnya ketika iseng ku-kepoin.

“Siapa bu?”

Tampaknya seorang pedagang asongan.

“Lebarannya cuma sebotol sirup?”

“Standar bahagia tiap jiwa berbeda sayang…baginya sebotol sirup sudah membahagiakan”

“Bahagianya gampang beutt”

“Iya, tidak sesulit nyuruh kamu makan rendang….bahagia kakek itu sesimple ibu kecil dulu ketika lebaran bertemu balado telur saja” 

“Sekarang ibu masih begitu?”

“Hmm…nampaknya tidak, sudah banyak ‘kenikmatan’ ibu yang dicabut Allah…nikmat dulu bertemu makanan yang jarang ditemui….makan ayam goreng bosen, rendang nyelip2 di gigi, balado telor apalagi dah neg…ujung-ujungnya buka makan bakso….makan aja kayak orang bingung….duit ada, bahagianya makan dicari dan dipikir sampai jauh”

“Jadi?”

“Syukuri dan bagi kesyukuranmu sebanyak mungkin….setidaknya hilangya nikmatmu makan ayam goreng, terbalas dengan rasa bahagia melihat orang lain begitu nikmat memakannya”

Hmmm….usai?

Belum…karena takutku belum usai

Dosaku begitu banyak…sementara hari seperti ini akan segera berakhir…besok..

Hari dimana semangat berbagi begitu membara

Ritme ibadah begitu serempak..

Lukisan-lukisan hidup begitu berwarna

Dari tukang cuci steam yang meneguk sebotol air mineral dingin begitu nikmat tengah hari tadi….

“Ibu, dia gak puasa?”

“Entahlah….!”

Uhhh….aku semakin takut

Takut dengan sebuah rasa terselip, yaitu rasa lebih benar dari dia….rasa lebih baik dari dia…rasa yang tanpa sadar akan menggerus amalan-amalan Romadhonku tanpa sisa….

Astagfirullah…

Takut semua hilang tanpa bekas…

Besok dia pergi….

Sementara apa yang kubuat baru segini…

“Ibu coba Romadhon trus!”

“Sesuatu yang special itu ‘limited edition’ ”

“Yang limited itu bisanya direbutin bu!”

“Iya dan harganya mahal…moga kita dapat”

“Iya…atau harus “indent” ”

“Iya dan indent-nya lama”

“Iya setahun lagi….”

Malam ini,

“Ibu aku taraweh….ibu libur khan?”

“Iya, titip doa di akhir tarawehmu malam ini ya sayang!”

“Apa?”

“Doakan kita semua bertemu Romadhon tahun depan!”

“Iya, Assalamu’alaikum…”

“Wa’alaikumsalam…”

Dan….diapun pergi….besok….pasti… tanpa tercegah…. 😦

Bogor, akhir Romadhon 2018

blognyaelin.wordpress.com

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Juni 13, 2018 inci Uncategorized